Terangkat dari sebuah perjumpaan yang memang mengharuskan kami untuk bertemu. Maureen, nama cantiknya. Secantik rupanya. Tak mampu saya gambar satu per satu perangkat yang menghiasi wajah serta kulit putihnya. Karena memang pada dasarnya nilai seni rupa tak saya kuasai. Pagi tadi adalah pertemuan kami untuk yang keempat kalinya. Dan akan terus bertemu tentunya. Di ruangan ini, saya merasa memiliki lebih banyak waktu untuk kembali mencoret dinding putih dengan menggunakan sebatang kuas bertinta hitam. Setelah disibukkan dengan serangkaian aktifitas yang cukup menguras tenaga serta pikiran sendiri. Menatap Maureen dengan senyum ringan yang ia pamerkan mengingatkan saya akan sosok ‘dia’ di seberang sana. Mereka berbeda. Jelas berbeda. Namun entah mengapa sosoknya terlihat jelas lewat si kecil, Maureen. Dan mengapa tangan ini begitu ringan mengayuh pena sembari menuang segala kata yang dirajut dengan terbata-bata? Ah… sedikitpun saya tidak peduli. Ruangan tampak sunyi. Dua puluh enam peserta yang saya damping sedikitpun tak mengeluarkan suara. Mereka tertunduk, serius dan penuh konsentrasi. Apakah mereka mengerti dengan setiap bunyi kata yang tertera pada halaman putih itu ataukah???????? Pikiran nakal mulai bergentayangan dan menghasilkan selumbar senyum kecil. Sssssssstttttttttt……Saya pun kembali menulis setelah disibukkan dengan satu dua aktifitas guna untuk menghibur diri yang tengah suntuk dimakan waktu. Dan….. “Excuse me ma'am”, Maureen mengagetkan saya dengan sedikit memberi sentuhan pada pundak kiri. “Oh. Iya,” spontan saya menjawab dengan bahasa Ibu yang tidak saya rancang sebelumnya. Saking karena kaget. “I want to ask relevant answer is not yet clear choice for me”, lanjutnya. Dengan berbekal ilmu bahasa Inggris yang ala kadarnya saja, saya pun memintanya untuk bersabar dan segera keluar meninggalkan ruangan untuk menemui ma’am Erni selaku English Teacher at Bonaventura Junior High School. Saya pun diberikan arahan dan serta merta saya sampaikan kepada mereka. Tak tahu darah seni menulis dari siapa yang saya warisi, sehingga kecintaan saya untuk menulis terus saya kembangkan. Langit Sentani sangat bersahabat pagi ini. Puncak Siklop mampu saya tantang dari balik ventilasi ruang. Indah dengan dihiasi pepohonan hijau. Saya suka… saya suka… saya suka… Sesekali saya menghampiri mereka sambil bergurau dengan tujuan untuk membangun komunikasi yang baik diantara kami. Suasana ruang yang tadinya sepi kini sudah mulai dipenuhi berbagai warna suara. celoteh-celoteh ringan kami dendangkan. Bersama Maureen, saya dihadapkan pada sebuah pernyataan dalam bentuk ‘bahasa inggris’. Awalnya kik.kuk… tapi ternyata saya bisa mengimbanginya dengan ‘bahasa inggris’. Dan saya berhasil….